TERAPI PSIKOANALISIS
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud
(1856-1939) dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis
manusia. Carl Gustav Jung dan Alfred Adler
termasuk para pengikut ajaran freud namun pada kemudian hari mereka mulai
meninggalkan psikoanalisis freud dan membuat nama baru untuk ajaran mereka
masing-masing seperti psikologi analitis dan psikologi individual
(Suryabrata, 2000)
Psikoanalisis bermula dari keraguan
Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan
semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud,
terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan
adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud
pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer
menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya
adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan
yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna
O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur
psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran
(psikologimania, 2013)
Freud
menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia,
antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang
tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi
keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka
keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah
(psikologimania, 2013).
Menurut Alwisol
(2008), Freud menggambarkan bahwa represi berhubungan dengan alam
ketidaksadaran, sesuai pandangannya tentang tipografi yang membagi kehidupan
jiwa dalam 3 tingkatan kesadaran :
-
Sadar
(conscious) à Bagian kecil dari kepribadian
-
Prasadar
(preconscious) à Daerah antara kesadaran dan ketidaksadaran
-
Ketidaksadaran
(unconscious) à
Motif dalam perilaku, perasaan dan kata-kata yang dikeluarkan.
# Untuk membuktikan bahwa ketidaksadaran itu muncul, dapat melalui
mimpi, salah ucap (Slip of tongue) atau kelupaan yang berasal dari ketidaksadaran
dan tidak sengaja muncul ke kesadaran.
Terdapat
peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious)
dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam
tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari
kepribadian kita, yaitu:
a. Id, adalah berisi
energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
b. Ego, adalah
pengawas realitas.
c. Superego, adalah berisi
kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya
Psikoanalisis
memiliki tiga penerapan :
- suatu metoda penelitian dari pikiran.
- suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
- suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional
Ajaran
psikoanalisis freud tidak lepas dari pengaruh breuer dalam menangani penderita
hysteria melalui hypnosis, dengan membuat pasien mengalami kembali ingatan dan
perasaan sakit yang dilupakan (direpresi) dalam alam ketidaksadarannya. Namun
karena sulit digunakan, freud menggunakan metoda langsung (interpretasi)
melalui assosiasi bebas , interpretasi analisis mimpi dan transferen.
Teknik dasar Terapi Psikoanalisis :
1. Asosiasi bebas
→ Suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan
pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan pengalaman traumatik di masa lalu
2. Penafsiran (transferensi)
→ Suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi-asosisi bebas, mimpi-mimpi,
resistensi-resistensi dan transferensi.
3. Analisis Mimpi
→ Suatu prosedur yg penting untuk menyingkap bahan-bahan yang tidak
disadari dan memberikan kepada klien atas beberapa area masalah yang tak
terselesaikan. Dimana klien menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang kemudian
akan dianalisis oleh terapis
TERAPI
Intervensi khusus dari seorang
penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan
perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang
berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi
yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien
secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri:
bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh
pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi
dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang
sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan
menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka
sadar untuk menghentikan perilaku itu (Kramer, 2010)
TERAPI EKSISTENSIAL HUMANISTIK
Terapi
eksistensial, berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari
kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam
terapeutiknya,pendekatan eksistensial humanistik memusatkan perhatian pada
asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi.Pendekatan eksistensial
humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas,
kebutuhan yang unik danmenjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui
implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi
pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Salah
satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan
mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya
meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat (psikologimania,
2013)
Konsep-konsep
utama
Pandangan
tentang sifat manusia
Psikologi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi
manusia.Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada suatu
pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik-teknik yang digunakan
untuk mempengaruhi klien.
Dalam buku Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi oleh Gerald
Corey pada tahun 1999, terapi eksistensial bertujuan membantu klien menghadapi
kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan
hanya sekedar korban kekuatan-kekuatan determinisik dari luar dirinya. Terapi
eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas
manusia adalah menciptakan eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna (psikologizone,
2013).
Penerapan pada praktek terapi
a.
Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan
dirinya mampu melampuisituasi sekarang dan membentuk basis bagi
aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri
membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lain. Pada hakikatnya semakin tinggi
kesadaran seseorang, semakin ia hidup sebagai pribadi. Meningkatkan
kesadaranberarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.Peningkatan
kesadaran diri yang mencakup kesadaran atas alternatif-alternatif, motivasi-motivasi, faktor-faktor yang membentuk pribadi, dan atas
tujuan-tujuan pribadi, adalah tujuan segenap konseling. Kesadaran diri banyak
terdapat pada akar kebanyakan kesanggupan manusiayang lain, maka putusan untuk
meningkatkan kesadaran
diri adalah fundamental bagi pertumbuhan manusia
b. Kebebasan
Kebebasan
adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan ditangan sendiri dan
untuk memilih
diantara alternatif-alternatif. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan,
determinasi diri, keiniginan, dan putusan pada pusat keberadaan manusia. Tugass
terapis adalah membantu kliennya dalam menemukan cara-cara klien sama sekali
menghindari penerimaan kebebasannya,dan mendorong klien itu untuk belajar
menanggung resiko atas keyakinannya terhadap akibat penggunaan kebebasannya
c.
Keterpusatan dan Kebutuhan akan orang lain
Kita masing-masing memiliki kebutuhan yang kuat untuk menemukan
suatu diri, yakni menemukan identitas pribadi kita. Kita membutuhkan hubungan
dengan keberadaan-keberadaan
yang lain. Kita harus
memberikan diri kita kepada orang lain dan terlibat dengan mereka.
d.Penciptaan
makna
Terapi eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk
membantu klien dalam usahanyamencari makna hidup.Manusia pada dasarnya selalu
dalam pencarian makna dan identitas diri.
e. Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan
adalah suatu karakteristik dasar manusia yang mana merupakan sesuatu yang
patologis,sebab ia bisa
menjadi suatu tenaga motivasional yang kuat untuk pertumbuhan.
f.
Kesadaran atas kematian dan non ada
Para eksistensialis tidak memandang kematian secara negatif, dan
mengungkapkan bahwa
hidup memiliki makna
karena memiliki keterbatasan
waktu. Karena kita bersifat lahiriah, bagaimanapun,kematian menjadi pendesak bagi kita agar mengganggap hidup dengan
serius. Ketakutan terhadap kematian membayangi mereka yang takut mengulurkan
tangan dan benar-benar merangkul kehidupan.
g.
Perjuangan untuk Aktualisasi Diri
Setiap orang memiliki dorongan bawaan untuk menjadi seorang
pribadi, yakni mereka memilikikecendrungan kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas
pribadi, danperjuangan
demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu
untuk mengaktualisasikan
potensi-potensinya sebagai pribadi, maka ia akan mengalami kepuasan yang
mendalam pada dirinya.
Penerapan Teknik dan Prosedur Terapeutik
Pendekatan eksistensial pada dasarnya tidak memiliki perangkat teknis yang siap pakai seperti kebanyakan pendekatan lainya. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik, juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode yang berasal dari Gestalt dan analis Transaksional pun sering digunakan. Akan tetapi pada intinya, teknik dari pendekatan ini adalah penggunaan kemampuan dari pribadi terapis itu sendiri.
Pendekatan eksistensial pada dasarnya tidak memiliki perangkat teknis yang siap pakai seperti kebanyakan pendekatan lainya. Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik, juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode yang berasal dari Gestalt dan analis Transaksional pun sering digunakan. Akan tetapi pada intinya, teknik dari pendekatan ini adalah penggunaan kemampuan dari pribadi terapis itu sendiri.
Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari
diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik.
Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan
kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis.
Proses konseling oleh para eksistensial
meliputi tiga tahap. Dalam tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam
mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak
mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor
mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka
dalam hal pencitpaan masalah dalam kehidupan mereka.
Pada tahap pertengahan, klien didorong agar
bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka.
Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan
sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
Tahap Terakhir berfokus pada untuk bisa
melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong
untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya
akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki
tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk
membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas
penggunaaan kebebasan pribadinya (psikologizone, 2013)
TERAPI PERSON-CENTERED
Pendiri pendekatan ini adalah Carl Roger,
dilahirkan di oak park, illionis pada tahun 1902 dan wafat di lajolla,
California tahun 1987. Pendekatan ini sebagai reaksi terhadap teori-teori
konseling yang berkembang pada tahun 1940-an yang terlalu berorientasi konselor
atau directive counseling. Pada tahun 1951, roger mengubah namanya menjadi
client-centered counseling sehubung dengan perubahan pandangan tentang
konseling yang memiliki upaya reflektif terhadap perasaan klien. Pada tahun
1957 roger mengubah sekali lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat
pada person (person-centered), yang memandang klien sebagai patner dan perlu
adanya keserasian pengalamannya pada saat hubungan konseling berlangsung.
Rogers beranggapan bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk membimbing, mengatur, dan mengendalikan dirinya sendiri.
Pandangan rogers terhadap manusia :
a.
Manusia penuh akal, mampu mengarahkan diri,
mampu hidup secara produktif dan efektif
b.
Salah satu karakteristik unik citra person
dalam person centered adalah usahanya mendeskripsikan seseorang yang berfungsi
secara penuh (fully functioning)
c.
Setiap individu pada dasarnya dapat di percaya,
memiliki potensi yang besar untuk memehami diri sendiri dan menyelesaikan
masalah mereka sendiri tanpa intervensi langsung dari orang lain dan mereka
juga mampu untuk mandiri.
d.
Kepercayaan dalam kapasitas klien untuk
penyembuhan diri adalah berlawanan dengan banyak teori-teori yang melihat
teknik terapis sebagai agen yang paling kuat yang mengarah pada perubahan.
Rogers merevolusi bidang psikoterapi dengan mengusulkan sebuah teori yang
berpusat pada klien sebgai agen perubahan diri.
Karakteristik person-centered
a.
Memusatkan pada tanggung jawab dan kemampuan
individu untuk menemukan cara-cara yang lebih tepat dalam menghadapi kenyataan
b.
Menekankan pada dunia pengalaman atau dunia
subyektif individu
c.
Sikap konselor-geunineness, nonpossessive
acceptance, dan accurate empathy merupakan kondisi yang mutlak diperlukan dan
mencakup bagi efektifitas konseling
d.
Teori person-centered therapy berkembang melalui
penelitian tentang proses dan hasil konseling
e.
Menekankan pada kekuatan dari dalam diri
individu dan dampak revolusioner dari kekuatan tersebut.
Proses terapeutik
Tujuan dasar
terapi person-centered adalah menciptakan iklim yang kondisif bagi usaha
membantu klien untuk menjadi pribadi yang berfungsi penuh. Tonggak terapi
person-centered adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungan dengan terapis
yang menunjang, memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan
tujuannya sendiri.
Dalam kerangka person-centered,
teknik-tekniknya adalah pengungkapan dan pengomunikasian penerimaan, respek dan
pengertian, serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka
acuan internal dengan memikirkanm merasakan dan mengeksplorasi.
Kelemahan person-centered ini terletak pada
cara sejumlah praktisi menyalahtafsirkan atau menyederhanakan sikap-sikap
sentral dan posisi person-centered. Tidak semua konselor dapat mempraktekan
terapi ini, sebab banyak konselor yang tidak mempercayai filsafat yang mendasarinya.
Dalam
rangka mencapai keberhasilan CCT, Rogers berpendapat bahwa ada dua kondisi inti
yang harus dipenuhi: congruence dan unconditional
positive regard (Corsini & Wedding, 2011).
Congruence merujuk pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan
dan menggiring pengalaman agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut.
Sementara itu, Unconditional positive regard
adalah bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis membiarkan
dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan, tanpa menghakimi
dan menerima klien baik maupun buruk (Sundberg et al., 2002; Corsini &
Wedding, 2011) Terapis juga perlu mengembangkan persepsi akurat tentang
perasaan klien atau empati terhadap internal frame of reference klien
(Sundberg et al., 2002; Corsini & Wedding, 2011). Lebih lanjut, terapis
memiliki peran sebagai fasilitator pasif yang mendorong klien untuk bertanggung
jawab dalam menentukan arah atau tindakannya sendiri dengan menciptakan iklim
terapeutik, terapis menggunakan perasaannya dalam menghadapi klien (Corsini
& Wedding, 2011), terapis menjadi observer menggunakan seluruh inderanya
(Capuzzi & Gross, 1991). Mekanisme terapeutik senditri berlandaskan
atas pribadi-ke-pribadi dalam keamanan dan penerimaan, yang mendorong
klien menanggalkan pertahanan-pertahanannya serta menerima dan mengintegrasikan
aspek-aspek sistem dirinya yang sebelumnya diingkari atau didistorsi. (Zimring,
2000). Diharapkan setelah mengikuti terapi yang sukses, klien dapat memandang,
memikirkan, dan menghargai diri sendiri dengan lebih baik (memiliki self
concept positif), dapat menilai diri mereka sendiri tanpa terlalu
terpaku pada pandangan orang lain (memiliki locus of evaluation
internal), dan mengubah pola pandangnya dari yang kaku dan terbatas
menjadi lebih terbuka (mengalami proses experiencing) (Corsini &
Wedding, 2011)
Sumber :
Alwisol. (2008). Psikologi
Kepribadian. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah.
Capuzzi,
D., Gross, D.R. (1991). Introduction To Counseling: Perspektives for The 1990s.
Boston: Allyn and Bacon
Corey,
Gerald. (2005). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung:
Rafika Aditama
Corsini,
R.J. &Wedding, D. (2011). Current Psychotherapies. Ed. 9. Belmont:
Brooks/Cole
Hutagalung, Rizky.P.A. (2013). Materi
psikologi konseling. Mercu Buana (tidak diterbitkan)
Kramer, G.P., et all. (2010).
Introduction to Clinical Psychology (7th ed). New Jersey: Pearson.
Latipun. (2008). Psikologi
konseling Ed 3. Malang : UMM Press
Mappiare, Andi. (2010). Pengantar
konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada
Mc Leod, John. (2008). Pengantar
psikologi konseling: Teori dan study kasus. Alih bahasa: A K. Anwar.
Jjakarta: Kencana Prendana Media Group
Moore dan Fine. (1968). a
Glossary of Psychoanalytic Terms and Concepts. halaman 78
Sunardi (2008).
Psikologi konseling. Bandung: PLB FIP
Suryabrata, S. (2000). Psikologi
Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Zimring,
F. M. (2000). Empathic understanding grows the person. Person-Centered
Journal, 7(2), 101–113.
http://dasarintervensi.wordpress.com/2012/03/22/client-centered-theraphy/
(Diakses tanggal 28 Maret 2013)
http://psikologimania.com/mazhab-dan-aliran-dalam-psikologi.html/
(Diakses tanggal 28 Maret 2013)
http://psikologizone.com/konseling-terapi-pendekatan-eksistensial/
(Diakses tanggal 31 Maret 2013)
http://wikipedia.com/